Kurikulum Dari Masa
Ke Masa
DALAM dunia
pendidikan kita, perubahan kurikulum diartikan sebagai pencarían bentuk terbaik
dari sebuah sistema acuan. Pergantian kurikulum dipandang sebagai upaya
menemukan mekanisme praktik pendidikan yang memiliki keterkaitan langsung
dengan perkembangan dunia pendidikan itu sendiri dan perubahan semangat zaman
yang melingkupinya. Tidak mengherankan apabila perubahan demi perubahan dapat
terjadi pada kurun waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan agar program pendidikan mampu memberikan
sumbangsih bagi kesempurnaan (peningkatan kualitas) hidup warga masyarakat,
selaras dengan perkembangan zaman dan kebutuhan para pengguna jasa bidang
pendidikan.
Sampai
dengan 26 Maret 1989, landasan pijak pendidikan kita masih tetap menggunakan UU
No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Juga
UU No.12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya UU No.4 Tahun 1950 dari
Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah untuk Seluruh Indonesia. Lalu, UU No.22 Tahun 1961 tentang Perguruan
Tinggi, UU No.14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan UU
No.19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila.
KURIKULUM ‘76
Kurikulum ’76, berorientasi
pada materi. Artinya bahwa di dalam kurikulum, terdapat sejumlah materi yang
harus disampaikan pada siswa. Jika sampai dengan waktu yang ditentukan
keseluruhan materi sudah tersampaikan, maka pembelajaran dianggap berhasil.
Keadaan seperti itu membawa efek
pola mengajar Teacher Centered Learning. Yakni guru sebagai pusat
pembelajaran. Karena menjadi pusat pembelajaran, maka gurulah yang aktif
menyampaikan materi pelajaran. Siswa hanya duduk manis mendengarkan.
Para pemerhati pendidikan
melihat sistem pendidikan yang demikian dianggap tidak cocok. Karena siswa
bukanlah benda mati yang hanya bisa dijejali oleh sejumlah pengetahuan. Siswa
mestilah aktif mencari dan menemukan pengetahuan yang dibutuhkan.
Atas kritik tersebut serta didorong
oleh keinginan mencerdaskan bangsa, para ahli pendidikan lalu mencari model
pembelajaran yang lebih sesuai. Karena, model pembelajaran Teacher
Centered Learning dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan
zaman. Dan hasilnya sungguh luar biasa. Terjadi pembalikan 180o.
Dari guru sebagai pusat pembelajaran, berubah menjadi siswa sebagai pusat
pembelajaran (Student Centered Learning). Perubahan paradigma itu
diwadahi dalam kurikulum baru, yang dikenal dengan Kurikulum ‘84.
Yang membedakan dengan
kurikulum ’76 dalam struktur program, adalah masuknya mata pelajaran PSPB pada
tahun 1984.
Masuknya mata pelajaran PSPB
(Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) dilatarbelakangi kajian pemerintah yang
melihat adanya kemerosotan pemahaman sejarah perjuangan bangsa di kalangan
generasi muda. Dan penghayatan terhadap sejarah perjuangan bangsa pun dipandang
perlu ditumbuhkan kembali. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa para pahlawannya.
Kurikulum ’84, berorientasi pada
Tujuan. Artinya bahwa kurikulum disusun dalam bentuk tujuan yang
berjenjang. Dalam kurikulum pemerintah menetapkan GBPP (Garis-garis
Besar Program Pengajaran), yang memuat :
1. Tujuan Kurikuler
2. Tujuan Instruksional Umum
(TIU) dan
3. Bahan Pengajaran
Guru diberi kewenangan
menyusun TIK (Tujuan Instruksional Khusus), yang merupakan penjabaran dari TIU.
Semua Proses Belajar Mengajar
(PBM), hanya memiliki satu orientasi, yakni mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Karena itulah TIK bersifat khusus, dijabarkan ke dalam kata kerja
operasional yang terukur keberhasilannya.
Dalam mencapai TIK, digunakan
pendekatan keterampilan proses yang bertujuan mengaktifkan siswa dalam belajar.
Karena yang aktif siswa, maka model pembelajaran yang sesuai adalah CBSA (cara
belajar siswa aktif). Dalam CBSA terjadi Student Centered Learning.
Untuk beberapa waktu, model
CBSA ini bisa diterima oleh masyarakat. Dianggap sebagai sebuah model yang
baik. Tetapi zaman terus berkembang. Dunia terus mengglobal. Pasar bebas pun
tak bisa dihindari.
Implikasi dari pasar bebas
adalah bebasnya produk dari negara satu masuk ke negara lain. Jika tidak ingin
kalah dalam persaingan, maka pemerintah harus mampu membuat produk yang
berkualitas. Jika produk sebuah negara kalah kualitas dibandingkan dengan produk
negara lain yang masuk, untuk barang yang sama, maka dipastikan masyarakat
memilih barang negara lain yang lebih berkualitas. Sementara untuk menghasilkan
barang-barang yang berkualitas, dibutuhkan SDM (sumber daya manusia) yang
berkualitas pula. Dan persoalan ini kembalinya ke sekolah.
Sekolah sebagai sebuah lembaga
pendidikan harus menghasilkan out-put
yang mampu memenuhi kebutuhan pasar. Mampu mengikuti perkembangan zaman, baik
dari sisi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Menjawab tantangan tersebut,
pemerintah meluncurkan Undang-Undang RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada 27 Maret 1989. Diikuti kemudian dengan keluarnya
Keputusan Mendikbud No.060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang Kurikulum
Pendidikan Dasar, yang selanjutnya dikenal dengan nama kurikulum ’94.
Yang membedakan dengan
kurikulum ‘84 adalah menghilangnya mata pelajaran PSPB pada tahun pelajaran 1996/1997, dan
berubahnya mata pelajaran PMP menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)
Orientasi pembelajaran
terletak pada Pengalaman Belajar. Artinya bahwa dalam proses pembelajaran
diharapkan siswa merasakannya sebagai sebuah pengalaman, yang membuatnya selalu
mengingat pelajaran tersebut
GBPP pada kurikulum’94,
berbentuk uraian, yang meliputi:
1. Tujuan
2. Pokok Bahasan dan
3. Subpokok Bahasan beserta
uraian kegiatan.
Tujuan, merupakan tolok ukur
pengalaman belajar yang harus dicapai oleh siswa setelah mempelajari satu atau
beberapa pokok Bahasan.
Pokok Bahasan/subpokok
bahasan, merupakan materi pokok yang akan dibahas secara teratur berdasarkan
pembagian cawu (catur wulan) dan sekaligus sebagai petunjuk tingkat kedalaman
serta keluasan materi yang diuraikan dan cara pembelajarannya.
Uraian kegiatan dalam pokok
bahasan/subpokok bahasan bukan merupakan urutan, tetapi dapat disesuaikan
dengan kebutuhan.
Alokasi waktu hanya disajikan
untuk setiap cawu agar guru leluasa mengatur waktu sesuai dengan kebutuhan
untuk setiap pokok/subpokok bahasan. Sementara pada kurikulum terdahulu, alokasi
waktu untuk setiap pokok bahasan sudah dipatok, guru tinggal melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.
Rincian minggu efektif setiap
cawu sebagai berikut: Cawu 1 = 12 minggu, cawu 2 = 12 minggu dan cawu 3 = 10
minggu. Khusus cawu 3 kelas 3 hanya ada 8 Minggu efektif.
Pendekatan pembelajaran dalam
pelaksanaan KBM, diharapkan guru menerapkan prinsip belajar aktif. Yaitu
pembelajaran yang melibatkan siswa secara fisik, mental (pemikiran dan
perasaan), dan sosial.
Metode, Penilaian, dan sarana
yang seharusnya digunakan dalam KBM dapat ditentukan oleh guru sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan. Kelihatannya ini sebuah kurikulum ideal, yang
memberikan ruang gerak cukup luas bagi guru untuk memperkembangkan dirinya.
Tetapi sejarah mencatat, ada
peristiwa besar yang terjadi pada tahun 1998. Yaitu lahirnya sebuah orde,
menggantikan kemapanan orde baru. Orde yang baru lahir itu kemudian dikenal dengan sebutan orde reformasi.
Hanya pada masa orde reformasi
inilah, UUD-45 yang selama 32 tahun dianggap sakral dan sempurna, mengalami
pembedahan. Terjadilah amandemen UUD-45.
Mengingat pasal 20, pasal 21,
pasal 28 C ayat (1), pasal 31, dan pasal 32 UUD-45, dengan persetujuan bersama
DPR dan Presiden RI memutuskan, menetapkan Undang-Undang Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN), pada tanggal 08 Juli 2003.
Memenuhi amanat yang terkandung
dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab X pasal 36,
37 dan 38 maka lahirlah kurikulum 2004 yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK).
Kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak, yang dapat dikenali melalui sejumlah
indikator yang dapat diukur dan diamati.
Kompetensi ini dapat dicapai
melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan
pelajaran secara kontekstual. Model pembelajarannya pun diharapkan berbentuk
CTL (Contextual Teaching and Learning). Yakni suatu model pembelajaran
yang mengaitkan materi pembelajaran diharapkan sesuai dengan konteksnya.
KURIKULUM 2004 (KBK)
Yang membedakan dengan
kurikulum sebelumnya adalah munculnya Pembiasaan dalam struktur. Sesuatu yang
belum pernah ada, yang memberikan ruang bagi kepentingan sekolah, demi
optimalnya perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian anak.
Tujuan, Pokok Bahasan dan
Subpokok Bahasan beserta uraian kegiatan yang terdapat dalam kurikulum ’94,
sudah tidak ada lagi dalam kurikulum 2004. Sebagai gantinya adalah Standar
Kompetensi Mata Pelajaran.
Standar Kompetensi Mata
Pelajaran merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan sebagai hasil belajar
mata pelajaran tertentu dalam satuan pendidikan (sekolah). Standar ini
merupakan kompetensi bidang pengembangan dan mata pelajaran per satuan
pendidikan dan perkelas selama masa persekolahan, baik pada pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar maupun pendidikan menengah.
Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kelas disajikan dalam bentuk : 1) Kompetensi Dasar (merupakan
kecakapan inti yang mencakup mengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, 2) Indikator, merupakan
pernyataan ukuran-ukuran kinerja hasil belajar tertentu, dan 3) materi pokok,
merupakan bagian dari struktur keilmuan suatu bahan kajian yang dapat berupa
pengertian konseptual, gugus isi dan atau konteks, proses, bidang ajar, dan
keterampilan yang dipilih sebagai bahan pembelajaran untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan.
Dalam hal pembelajaran,
diarahkan untuk mendorong individu belajar sepanjang hayat dan mewujudkan
masyarakat belajar.
Kegiatan belajar mengajar,
dilandasi oleh prinsip:
1.
berpusat pada peserta didik
2.
mengembangkan kreativitas peserta didik
3.
menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang
4.
mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai
5.
menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan
6.
belajar melalui berbuat.
Kurikulum 2004 yang selama
kurun waktu dua tahun dilaksanakan, sebenarnya baru merupakan draft yang belum
ditandatangani oleh menteri.
Mungkin kita bertanya, kenapa
baru berupa draft kok sudah dilaksanakan?
Jawabannya adalah, ‘semua
berpulang pada keinginan pemerintah menjawab tantangan revolusi pendidikan yang
terjadi, memasuki orde reformasi’.
Dan pelaksanaan KBK di
lapangan, sebenarnya merupakan uji coba sebuah kurikulum, untuk mendapatkan
sebuah format kurikulum yang pas, setelah sebelumnya dilakukan piloting KBK di
beberapa sekolah yang ditunjuk.
Setelah pelaksanaan Piloting dan
uji coba KBK, pemerintah menemukan sebuah format kurikulum yang pas, yaitu KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diluncurkan mulai tahun pelajaran
2006/2007 secara serentak di seluruh wilayah indonesia, dengan ketentuan;
Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum melaksanakan uji coba kurikulum
2004, melaksanakan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006
secara bertahap dalam waktu paling lama 3 tahun dengan tahapan:
·
Untuk SD, MI, SDLB:
·
Tahun I : kelas 1 dan 4
·
Tahun II : kelas 1, 2, 4 dan 5
·
Tahun III : kelas 1, 2, 3, 4, 5,dan 6
·
Untuk SMP, MTs, SMA, MA, SMK, MAK, SMPLB, dan SMALB:
·
Tahun I : kelas 1
·
Tahun II : kelas 1 dan 2
·
Tahun III : kelas 1,2 dan 3
Satuan pendidikan dasar dan
menengah yang telah melaksanakan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh
dapat menerapkan secara menyeluruh Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor
23 tahun 2006 untuk semua tingkatan kelasnya mulai tahun ajaran 2006/2007.
KTSP (KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN)
Untuk memperjelas pemahaman
tentang kurikulum, kita perlu mengetahui, apa toh yang dimaksud dengan
kurikulum? Apa pula KTSP?
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan (sekolah).
Komponen KTSP terdiri dari:
1. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan
Pendidikan
2. Struktur dan Muatan KTSP
3. Kalender Pendidikan
4. Silabus
5. RPP
Visi dan Misi, sudah ada dan
dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sedang Tujuan pendidikan dasar adalah
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Pengembangan KTSP didasarkan pada
PP No.19 Tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional Pendidikan) pasal 17, yang
menyebutkan bahwa : 1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi/karakteristik daerah, sosial budaya
masyarakat, dan karakteristik peserta didik, 2) Sekolah dan komite
sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta
berpedoman pada panduan yg disusun oleh BSNP
Dengan demikian kurikulum yang
biasanya sudah berupa ‘buku paket’ seragam yang dibuat oleh pemerintah pusat,
tidak ada lagi. Yang ada adalah Kurikulum SMP atau SMA Anu. Masing-masing
satuan pendidikan (sebut: sekolah), membuat kurikulum sendiri dan dilaksanakan
sendiri. Pemerintah pusat hanya memberikan acuan operasional penyusunannya.
Acuan Operasional penyusunan
KTSP adalah sebagai berikut :
1.
Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
2.
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
3.
Keragaman potensi dan karakter daerah dan
lingkungan
4. Tuntutan pembangunan daerah dan
nasional
5. Tuntutan dunia kerja
STRUKTUR DAN MUATAN KTSP
1. Struktur KTSP pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yg dikembangkan dari
kelompok mata pelajaran :
·
Agama dan ahlak mulia
·
Kewarganegaraan dan kepribadian
·
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
·
Estetika
·
Jasmani, olahraga dan kesehatan
1.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang
keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada
satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan
diri termasuk ke dalam isi kurikulum, sebagai berikut:
1. Mata pelajaran
2. Muatan lokal
3. Kegiatan Pengembangan diri
4. Pengaturan beban belajar
5. Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan
kelulusan
6. Pendidikan kecakapan Hidup
7.
Pendidikan berbasis Keunggulan Lokal dan Global
- Mata Pelajaran, beserta alokasi waktu untuk
masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang
tercantum dalam Standar Isi
- Muatan lokal
·
merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang
diselenggarakan.
·
Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu
mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu
tahun, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan
lokal.
- Kegiatan Pengembangan Diri
·
Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik, sesuai dengan
kondisi sekolah.
·
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler.
STRUKTUR KURIKULUM SDN 1
PABEDILANKIDUL
Komponen
|
Kelas dan Alokasi Waktu
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV, V, DAN VI
|
|
A. Mata Pelajaran
|
Pendekatan
Tematik
|
|||
1. Pendidikan Agama
|
3
|
|||
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
|
2
|
|||
3. Bahasa Indonesia
|
5
|
|||
4. Matematika
|
5
|
|||
5. Ilmu Pengetahuan Alam
|
4
|
|||
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
|
3
|
|||
7. Seni Budaya dan
Ketrampilan
|
4
|
|||
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
4
|
|||
B. Muatan Lokal
|
||||
1. Bahasa
Sunda
|
1
|
|||
2.
Bahasa Cirebon
|
1
|
|||
3.
Bahasa Inggris
|
2
|
|||
C. Pengembangan Diri
|
||||
1.
Pramuka
|
1
|
|||
2.
Komputer
|
1
|
|||
Jumlah
|
30
|
31
|
32
|
34
|
Setiap jam pelajaran adalah 35 Menit
- Ketuntasan Belajar
·
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam satu
kompetensi dasar berkisar antara 0 – 100%.
·
Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.
·
Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan
mempertimbangan kompleksitas SK dan KD tingkat kemampuan rata-rata peserta
didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
·
Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan
kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria
ketuntasan ideal
Kenaikan kelas, dan Kelulusan
·
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun
ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis
terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP
No.19 tahun 2005 pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
·
Menyelesaiakan seluruh program pembelajaran;
·
Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk
seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia,
kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga, dan kesehatan;
·
Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata
pelajaran IPTEK; dan
·
Lulus Ujian Nasional.
Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada
kelas XI dan XII di SMA/MA.
1. Kriteria penjurusan diatur
oleh direktorat teknis terkait.
2. Penujuran pada SMK/MAK
didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan
Pendidikan Kecakapan Hidup
a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK/MAK dapat memasukan
pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b. Dapat merupakan bagian dari
pendidikan semua mata pelajaran
c. Dapat diperoleh dari peserta
didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan
formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pendidikan Berbasis Keunggulan
Lokal dan Global
a.
Kurikulum untuk semua satuan pendidikan dapat memasukan
pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
b.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat
merupakan bagian dari semua mata pelajaran.
c.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh
peserta didik dari satuan pendidikan formal lain
dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat
menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender
pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
Demikianlah pemaparan ringkas
tentang kurikulum dari masa ke masa, yakni mulai dari Kurikulum 76, hingga 2006
yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seperti
kita lihat, masing-masing kurikulum tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya.
Namun, sebagai produk paling
gres, tentu KTSP memiliki kelebihan yang tidak terdapat dalam
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Karena, ia disusun mengacu kepada kekurangan
yang terdapat pada kurikulum terdahulu. Kelebihan ini terutama tampak pada
watak desentralistiknya. Meski, di sana sini mengundang kontroversi, toh muatan
kurikulum ini tetap mencerminkan watak kebersamaan. Terutama, kebersamaan dalam
mengaplikasikan KTSP antara pihak sekolah, guru dan komite sekolah. Ini
mudah-mudahan menjadi preseden yang demokratis bagi sistem pendidikan di negeri
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdikbud. 1987. Kurikulum
Sekolah Menengah Tingkat Pertama, Garis-garis Program Pengajaran (GBPP)
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta : Depdikbud
Depdikbud. 1993. Kurikulum
Pendidikan Dasar, Garis-garis Besar Program pengajaran Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Depdiknas. 2003. Kurikulum
2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial SMP dan MTs.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Depdiknas. 2003. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Depdiknas, Pusat Kurikulum.
2006. Specimen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Pusat
Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
(SI) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
————————- Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
————————- Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Permen No.22 dan 23 untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta.
Semiawan, Conny, dkk. 1992. Pendekatan
Keterampilan Proses. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Sistem Pendidikan Nasional,
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 beserta Peraturan
Pelaksanaannya. 1990. Semarang : Media Wiyata
Undang-undang Dasar 1945 telah
Diamandemen I-IV. Solo : UD. Mayasarihttp://adf.ly/BVoQ0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang tidak mendukung kemajuan blog ini tidak akan ditanggapi.